Menggunakan Pola Berfikir Logis dalam Menyelesaikan Problem-Solving, Menjadikan Matematika Pelajaran yang Menyenangkan, Mudah, dan Menantang

Senin, 20 Maret 2023

Pengelolaan Program yang Berdampak Positif pada Murid (dalam Koneksi Antar Materi Modul 3.3)

“Kreativitas hanyalah menghubungkan berbagai hal. Ketika Anda bertanya kepada orang-orang kreatif bagaimana mereka melakukan sesuatu, mereka merasa sedikit bersalah karena mereka tidak benar-benar melakukannya, mereka hanya melihat sesuatu. Sesuatu itu tampaknya jelas bagi mereka setelah beberapa saat. Itu karena mereka dapat mengkoneksikan pengalaman yang mereka miliki dan mensintesis hal-hal baru.”  -Steve Jobs-


Sebuah ungkapan pembuka yang akan kita temukan jawaban dan penjelasannya disaat belajar modul 3.3 ini. Alhamdulillah banyak hal baru yang saya dapatkan baik informasi/pengetahuan baru maupun informasi dan pengetahuan pendalaman. Modul 3.3 berisi bagaimana cara kita mengelola program yang berdampak positif pada murid, dengan diperinci: 1. kepemimpinan murid (Student Agency), 2. Menumbuhkembangkan kepemimpinan murid (Voice, Choice, dan Ownership), dan 3. Kepemimpinan murid dalam profil pelajar Pancasila. Student Agency adalah kemampuan murid untuk mengarahkan pembelajaran mereka sendiri, membuat pilihan-pilihan, menyuarakan opini, mengajukan pertanyaan dan mengungkapkan rasa ingin tahu, berpartisipasi dan berkontribusi pada komunitas belajar, mengkomunikasikan pemahaman mereka kepada orang lain, dan melakukan tindakan nyata sebagai hasil proses belajarnya. Voice (suara) adalah pandangan, perhatian, gagasan yang diekspresikan oleh murid melalui  partisipasi aktif mereka di kelas, sekolah, komunitas, dan sistem pendidikan mereka, yang berkontribusi pada proses pengambilan keputusan dan secara kolektif mempengaruhi hasilnya. Choice (pilihan) adalah peluang yang diberikan kepada murid untuk memilih kesempatan-kesempatan dalam ranah sosial, lingkungan, dan pembelajaran. Dan, Ownership (Kepemilikan) adalah rasa keterhubungan, keterlibatan aktif, dan investasi pribadi seseorang dalam proses belajar.

Bagaimana perasaan saya dalam mempelajari materi tersebut, tentunya sangat antusias sekali, karena berkaitan dengan tugas tambahan saya sendiri sebagai pembina Ektrakurikuler pencak silat disekolah dan Wakil Ketua IPSI di Kota Pasuruan. Dengan modul ini tentunya sangatlah membantu dalam memperdalam memahami dan membuat program yang berdampak positif pada muridnya, khusunya program kepemimpinan murid dalam ektra kurikuler pencak silat. Yang sudah baik dalam penerapan kepemimpinan murid adalah kami sudah mempunyai program latihan yang jelas, terstruktru, dan didukung oleh fasilitas sarana prasarana yang memadahi. Sehingga Alhamdulillah hingga saat ini bisa memberikan prestasi optimal untuk sekolah kami, SMKN 1 Pasuruan. Saat ini kami sedang mengembangkan konsep “SPORT SCIENCE” dalam mendukung kepemimpinan murid, sekaligus pelibatan murid dalam Student Agency: Voice, Choice, dan Ownership. Konsep tersebut kami gali dengan melibatkan murid, Kepala sekolah, Pengurus IPSI Kota Pasuruan, Wali Murid/Komite sekolah, Civitas sekolah lainnya yang mendukung, dan dibawah pantauan Pelatih Daerah. Sehingga harapan kami bisa memberikan dampak yang positif, tidak hanya bagi murid, tetapi dampak yang lebih besar untuk prestasi sekolah, prestasi Kota Pasuruan, dan Jawa Timur.

Bagaimana latihan pencak silat di sekolah dapat mengembangkan karakter kepemimpinan dalam diri murid? ya, banyak sekali karakter yang dikembangkan dalam pencak silat. Dalam latihan Pencak Silat ini ada tingkatan-tingkatan yang biasanya ditandai dengan warna sabuknya ataupun bentuk seragamnya. Sebagai contoh di Perguruan Silat PSHT, tingkatan terendah Polos/Hitam, Jambon, Hijau, Putih. Karakter kepemimpinan disini adalah bahwa sabuk Jambon itu memiliki kemapuan diatas Polos/Hitam, jadi bisa melatih atau menjadi pemimpin utk murid yang memiliki sabuh hitam. Murid yang memiliki sabuk putih, dianggap memiliki kemampuan yang lebih dibandingkan dengan murid yang sabuk hitam, jambon maupun hijau. Sehingga dalam kepemimpinan dalam pencak silat senatiasa dicarikan dulu sesuai level sabuk di atasnya. Sabuk putih bisa menjadi asisten pelatih/melatih untuk murid-murid/teman-temannya yang masih di sabuk hitam, jambon, dan hijau. Begitu juga seterusnya.

Bagaimana penerapan SPORT SCIENCE dalam latihan pencak silat dan kaitannya dengan kebutuhan murid? SPORT SCIENCE, merupakan penggunaan teknologi dan Ilmu pengetahuan dalam berlatih pencak silat, seperti penggunaan peralatan silat: Body protector, Pecing pad, pelindung kepala, pelindung gigi, pelindung kaki, Jam pendeteksi detak jantung (V02 max), dll. Kemudian pengetahuan tentang kekuatan masing-masing murid, gizi/kebutuhan diri, juga dihitung sehingga meminimalkan terjadinya cedera saat latihan ataupun nge-drop/sakit akibat latihan. Serta dengan penggunaan peralatan latihan bisa mempercepat efektivitas dalam berlatih untuk prestasi yang lebih optimal.

Pengalaman masa lalu, saat saya awal masuk Kota Pasuruan, kemudian menaungkan diri di SMKN 1 Pasuruan. Menganalisis, mempelajari, dan mencari sebab akibat dalam mengawali menjadi pembina Ektra Kurikuler pencak Silat. Ektra kurikuler yang identik dengan budaya daerah dan kultur tradisional, sangatlah membutuhkan sentuhan pengetahuan dan teknologi guna memberikan perubahan ke arah prestasi sekolah. Tidak lah gampang seperti membalik telapak tangan, butuh perubahan paradigma pemikiran yang awalnya sekedar tradisional hanya untuk tampilan-tampilan saja ke arah paradigma sport/olahraga menuju prestasi. Modul 3..3 ini merupakan hal terbaik dalam bagaimana cara kita menumbuhkan kepemimpinan murid dengan membuat/merancang program yang murid disini kita libatkan langsung. Murid merasa didengar, diberi ruang untuk berkreasi dan memupuk prestasi setinggi-tingginya. Murid juga merasa memiliki program tersebut sesuai student agency Ownership (kepemilikan).

Jika dihubungkan dengan materi-materi sebelumnya, modul 3.2 tentang pemimpin dalam pengelolaan Sumber daya, modul 3.1 tentang pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran, modul 2.3 tentang coaching dan supervisi akademik, modul 2.2 tentang pembelajaran Sosial Emosional, modul 2.1 tentang pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan murid, modul 1.4 tentang restitusi segitiga bagaimana menyelesaikan masalah murid, modul 1.3 tentang disiplin positif dan nilai-nilai kebajikan universal, dan modul awal yaitu modul 1.1 tentang Falsafah Pendidikan Ki Hajar Dewantara, maka disitu Nampak betapa penting dan saling berkaitannya semua materi yang dipelajari. Bagaimana pandangan awal pendidikan yang memerdekaan murid hingga berakhir pada menyusun program yang berdampak positif bagi murid dalam menumbuhkan jiwa kepemimpinan murid. Murid adalah calon-calon pemimpin masa depan. Dengan dari awal (bangku sekolah) mereka dilatih untuk menjadi pemimpin-pemimpin, InsyaAllah 10 atau 20 tahun lagi merekalah yang akan menggantikan kita sebagai pemimpin. Diawali dari pembiasaan hal-hal kecil, pemimpin dalam pembelajaran di dalam kelas, pemimpin dalam kegiatan intrakurikuler dan ektrakurikuler, pemimpin dalam kegiatan sekolah, pemimpin dalam kegiatan pelajar se-kota, dan seterusnya. Jiwa kepemimpinan tersebut harus senantiasa ditumbuhkan dan dikembangkan hingga mereka merasa suaranya didengar (Voice), diberi kebebasan pilihan (Choice), dan mengembangkan programnya sendiri sebagai wujud rasa memiliki program tersebut (Ownership).

Sebagai wujud dari guru sebagai pemimpin pembelajaran, yang merupakan salah satu peran Guru penggerak, memiliki arti penting dalam mewujudkan kepemimpinan murid. Memberikan contoh-contoh yang baik, pribadi/personality guru yang senantiasa dilihat oleh murid memberikan hal penting. “Guru digugu lan ditiru” artinya apa yang diucapkan guru diperhatikan dan kebiasaannya juga akan ditiru oleh murid. Sebuah slogan/kata kiasan itu juga tidaklah salah. Pentingnya disini Guru menjaga marwah pendidikan sebagai suri tauladan yang baik. Ki Hajar Dewantara dalam semboyannya; “Ing Ngarso Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani” benar-benar menegaskan bahwa yang didepan jadilah teladan, yang di tengah jadilah penyemangat dan yang dibelakang jadilah pendorong. Senatiasa belajar… belajar… dan belajar, baik dari Jurnal/artikel ilmiah, Youtube, Google, buku-buku, web, ataupun dari berbagai nara sumber (intruktur, Fasilitator, Pengajar Praktek, maupun para praktisi pendidikan). Semoga kita semua dimudahkan dan diberi keteguhan untuk memajukan pendidikan di Indonesia, dengan senantiasa melakukan yang terbaik dalam berprilaku dan pembelajaran di kelas, guna tercapainya kepemimpinan murid dan kejayaan Bangsa tercinta ini. (Ark)

Rabu, 01 Maret 2023

Pemimpin Pembelajaran dalam Pengelolaan Sumber Daya (dalam Koneksi Antar Materi Modul 3.2)


Pemimpin Pembelajaran dalam Pengelolaan Sumber Daya, dalam berbagai literatur, disebut berperan besar dalam menentukan keberhasilan sekolah karena ia mempunyai tanggung jawab dalam menyinergikan berbagai elemen di dalamnya. Seorang pemimpin sekolah yang berkualitas akan mampu memberdayakan seluruh sumber daya di ekosistem sekolahnya hingga dapat bersatu padu menumbuhkan murid-murid yang berkembang secara utuh, baik dalam rasa, karsa dan ciptanya. Tak dipungkiri, pemimpin sekolah merupakan salah satu aktor kunci dalam terwujudnya Profil Pelajar Pancasila. Implementasinya akan nampak di dalam kelas, sekolah, dan masyarakat sekitar sekolah. Sehingga manfaatnya bisa dirasakan oleh banyak orang mulai dari murid-murid, teman sejawat, maupun masyarakat disekitar sekolah. Pengelolaan Sumber daya meliputi faktor biotik dan faktor abiotik. Faktor biotik, meliputi: murid, kepala sekolah, guru, staff/tenaga kependidikan, pengawas sekolah, orang tua, masyarakat sekitar sekolah, dinas terkait, pemerintah daerah, dll. Sedangkan faktor abiotik, meliputi: keuangan, sarana prasarana, dan lingkungan alam. Jadi, disini pentingnya kita sebagai pemimpin pembelajaran adalah bagaimana cara mengoptimalkan pengelolaan sumber daya yang ada. Sehingga manfaatnya bisa dirasakan oleh banyak orang, tidak hanya murid tetapi juga lingkungan sekitar.

Hubungan pengelolaan sumber daya yang tepat akan membantu proses pembelajaran murid menjadi lebih berkualitas. Tentu saja, hubungan ini saling berkaitan dan saling mempengaruhi. Sebagai contoh kecil, suasana kelas yang nyaman, rapi, tenang, tentu saja membuat perasaan murid bahagia, merasa nyaman juga sehingga memudahkan mereka dalam proses belajar. Ini baru sekedar hubungan Gedung/ruang kelas dengan murid. Kita tinjau lagi hal yang lebih besar, misal keuangan sekolah Ketika dimanfaatkan/dikelola dengan baik maka akan banyak manfaat yang bisa dirasakan oleh murid, guru-guru, civitas sekolah, maupun masyarakat sekitar. Pentingnya pengelolaan sumber daya ini dengan sebaik-baiknya menjadi peran penting dalam peningkatan kualitas pembelajaran. Kegiatan murid juga akan tercover dan bisa dilaksanakan dengan optimal, prestasi senantiasa meningkat, dan kemajuan sekolah akan terus menuju kesuksesan.

Pada modul 3.2 ini yang membahas pemimpin dalam pengelolaan sumber daya, tentu sangat berkaitan dengan modul-modul sebelumnya. Modul 3.1 tentang pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran, tentunya erat sekali dan terbantu dengan materi pemimpin dalam pengelolaan sumber daya. Terlebih saat pengelolaan sumber daya juga akan mengalami permasalahan yang selebihnya berkutat pada dilema etika atapun bujukan moral. Membutuhkan 4 paradigma dalam pengambilan keputusan, 3 prinsip berfikir, dan 9 langkah. Modul sebelumnya, seperti modul 2.3 mengajarkan tentang coaching, alur TIRTA, dan supervisi akademik, yang tentunya memegang peran penting seorang pemimpin dalam pengelolaan sumber daya. Modul 2.1 tentang pembelajaran berdeferensiasi dan modul 2.2 tentang pembelajaran Sosial dan Emosional, menjadi pegangan dalam pengelolaan murid di kelas. Bagaimana cara kita bersikap dan memberikan pelayanan terbaik untuk murid dalam menikmati pembelajarannya. Sehingga merdeka belajar yang menjadi slogan pemerintah dan tujuan pendidikan nasional bisa terwujud serta terlaksana dengan baik. Ini belum lagi jika dihubungkan dengan modul 1 yang menjadi falsafah pendidikan kita yaitu pemikiran pendidikan Ki Hajar Dewantata, “Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani” telah meletakkan dasar pendidikan kita sebagai menuntun murid untuk menemukan keselamatan dan kebahagiaanya. Memperhatikan kodrat alam dan kodrat jaman, dalam mendidik murid mewujudkan merdeka belajar, tidak bergantung pada orang lain, bersandar atas kekuatan sendiri. Dari hal tersebut tentu betapa pentingnya pengelolaan sumber daya dengan sebaik-baiknya, yang termuat dalam modul 3.2 ini dan betapa semua modul ini saling berkaitan menjadi bekal kita semua dalam belajar, meneruskan cita-cita Ki Hajar Dewantara melalui Program Pendidikan Guru Penggerak (PPGP) ini.

 

Tergerak, Bergerak, Menggerakkan….

Kamis, 16 Februari 2023

Koneksi Antar Materi Modul 3.1 Dilema Etika ataukah Bujukan Moral dalam Perspektif Pembelajaran Berdeferensiasi dan Pemikiran Ki Hajar Dewantara


Filosofi Ki Hajar Dewantara dengan Pratap Triloka memiliki kaitan dengan penerapan pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin. Ki Hajar Dewantara memaknai tujuan pendidikan sebagai upaya menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Hal ini mengandung arti bahwa jika pendidikan tidak menciptakan kebahagiaan bagi muridnya maka dapat dikatakan sudah tidak sesuai dengan kodratnya. Pendidikan sebagai upaya mengantarkan murid pada pencapaian kebahagiaan hendaknya bisa menciptakan paradigma belajar yang menyenangkan, dipahami tujuannya oleh murid dan dijalani prosesnya dengan perpaduan pengembangan potensi pengetahuan, sikap dan keterampilan. Dengan demikian dapat tercipta budi pekerti sebagaimana menurut Ki Hajar Dewantara yaitu keseimbangan antara cipta (kognitif), karsa (afektif) sehingga menciptakan karya (psikomotor). Dengan memahami filosofi pendidikan, maka akan bisa menentukan arah pengambilan keputusan yang terbaik untuk murid-murid kita dalam permasalahan dilemma etika ataupun sekedar bujukan moral.

Nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita, berpengaruh kepada prinsip-prinsip yang kita ambil dalam pengambilan suatu keputusan. Iya, tentusaja berpengaruh. Maka dari itu pentingnya diri kita membekali diri dengan pengetahuan dan keterampilan yang baik dalam pengambilan keputusan. Tidak sekedar mempelajari, tetapi berfokus pada pemahaman, mulai dari paradigma pengambilan keputusan, prinsip-prinsip, dan langkah-langkah atau prosedur penyelesaian atau pengambilan keputusan. Seberapa dalam nilai-nilai diri kita juga akan mempengaruhi seberapa dalam penyelesaian sebuah masalah.

Materi pengambilan keputusan berkaitan dengan kegiatan ‘coaching’ (bimbingan) yang diberikan pendamping atau fasilitator dalam perjalanan proses pembelajaran kita, terutama dalam pengujian pengambilan keputusan yang telah kita ambil, memberikan andil besar dalam pengambilan sebuah keputusan. Proses Coaching bisa sebagai salah satu alternatif penyelesaian dilemma etika disaat tahap pengumpulan fakta-fakta yang relevan, sehingga bisa diketahui data-data yang valid, akurat, dan terarah. Hal ini dapat membuat pengambilan keputusan tersebut efektif, meskipun terkadang masih ada pertanyaan-pertanyaan dalam diri kita atas pengambilan keputusan tersebut. Namun frekuensinya bisa diminimalkan dan pertanyaan-pertanyaan tersebut bisa diperdalam dalam proses Coaching lanjutan untuk menemukan titik temu permasalahan yang ada.

Kemampuan guru dalam mengelola dan menyadari aspek sosial emosionalnya akan berpengaruh terhadap pengambilan suatu keputusan khususnya masalah dilema etika. Kemampuan akan kesadaran diri, managemen diri, kesadaran sosial, keterampilan berelasi, dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab (5 komponen KSE) tersebut tentunya berpengaruh dalam pengambilan keputusan. Menambah kevalidan kita dalam melakukan investigasi pengumpulan fakta-fakta yang ada. Dan, kemudahan dalam menetukan prinsip, paradigma dan langkah-langkah pengambilan keputusan.

Pembahasan studi kasus yang fokus pada masalah moral atau etika kembali kepada nilai-nilai yang dianut seorang pendidik. Seberapa besar kemampuan pendidik dalam memahami nilai-nilai moral atau etika, menunjukkan seberapa besar kefokusan dalam penyelesain studi kasus dari masalah yang ada. Pengambilan keputusan yang tepat, tentunya berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman. Dan, begitu juga sebaliknya. Disaat kita sebagai pemimpin kurang mampu dalam pengambilan keputusan, maka akan memberikan dampak gejolak yang kurang kondusif sesuai kadar pengaruh dari keputusan tersebut.

Tantangan-tantangan di lingkungan kami dalam menjalankan pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus dilema etika ini adalah Ketika kasus tersebut melibatkan orang terdekat kita, misal guru dengan guru atau guru dengan pihak managemen atau bisa jadi guru dengan pejabat publik yang memberikan rasa ewuh-pakewuh (rasa sungkan). Disitulah tantangan kita bagaimana cara menjalankan langkah-langkah/prosedur penyelesaian yang sudah dituangkan dalam SOP (Standart Operational Prosedur). Saat tantangan tersebut terjadi, memerlukan pendalaman dan pengumpulan fakta-fakta yang lebih dalam dan terperinci. Adakah kaitannya dengan perubahan paradigma di lingkungan Anda? Tentu ada. karena permasalahan tersebut membutuhkan banyak pemikiran yang secara tidak langsung mempengaruhi pola berfikir atau paradigma berfikir sekolah.

Pengaruh pengambilan keputusan yang kita ambil ini dengan pengajaran yang memerdekakan murid-murid, jelas memiliki dampak yang relevan. Saat keputusan terbaik diambil maka proses pembelajaranpun juga menunjukkan hasil terbaiknya. Begitu sebaliknya, kia kita mengambil keputusan yang salah/kurang tepat, maka berdampak pada proses belajar yang kurang kondusif dan cenderung murid akan merasa tertekan, rasa kemerdekaan belajarnya berkurang. Terlebih kurikulum merdeka ini mengarahkan ke deferensiasi pembelajaran. Bagaimana cara kita meramu pembelajaran yang tepat untuk potensi murid kita yang berbeda-beda. Bagaimana cara kita memfasilitasi murid-murid menemukan kemerdekaan belajarnya. Dengan prinsip-prinsip deferensiasi pembelajaran.

Seorang pemimpin pembelajaran dalam mengambil keputusan dapat mempengaruhi kehidupan atau masa depan murid-muridnya. Ya, itu adalah salah satu True model, atau tauladan atau sosok yang dikagumi/diidolakan. Merupakan salah satu penyembab murid belajar dengan sistem meniru. True model, menjadi berpengaruh Ketika yang dijadikan sebagai idola adalah pemimpin yang benar, pemimpin yang bijak dalam pengambilan keputusan baik saat ada dilema etika ataupun keputusan dalam pembelajaran.

Kesimpulan akhir yang dapat ditarik dari pembelajaran modul materi ini adalah membedakan permasalahan itu termasuk dilema etika ataukah bujukan moral, dua hal tersebut menentukan paradigma berfikirnya dalam pengambilan keputusan, penentu dalam prinsip-prinsip, serta langkah-langkah atau prosedur penyelesaiannya. Dilema etika adalah situasi yang terjadi Ketika seseorang harus memilih antara dua pilihan secara moral benar tetapi bertentangan (benar versus benar). Sedangkan bujukan moral adalah situasi Ketika seseorang harus membuat keputusan antara benar versus salah. 4 Paradigma dalam dilema etika: individu versus masyarakat, rasa keadilan versus rasa kasihan, kebenaran versus kesetiaan, dan jangka pendek versus jangka panjang. 3 Prinsip pengambilan keputusan: berfikir berbasis hasil akhir (Ends Based Thinking), berfikir berbasis peraturan (Rule Based Thinking), dan berfikir berbasis rasa peduli (Care based Thinking). 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan: mengenali adanya nilai-nilai yang saling bertentangan, menentukan siapa yang terlibat, mengumpulkan fakta-fakta yang relevan, pengujian benar versus salah, pengujian paradigma benar versus benar, melakukan prinsip revolusi, investigasi opsi trilema, membuat keputusan, dan lihat lagi keputusan dan refleksikan. Modul 3.1 ini jelas sangat berkaitan dengan materi/modul-modul sebelumnya, mulai dari filosofi pemikiran Ki Hajar Dewantara, Nilai-nilai kebajikan universal, pembelajaran berdeferensiasi yang bisa memfasilitasi semua murid dalam memerdekakan belajarnya, pembelajaan coaching, serta pembelajaran Sosial Emosional. Semua bisa saling berkaitan, baik dalam pengambilan keputusan dalam proses pembelajaran dan factor-faktor penentu dalam mengambil keputusan tersebut.

Sebelum mempelajari modul ini, saya pernah menerapkan pengambilan keputusan sebagai pemimpin dalam situasi moral dilema, namun tidak sedetail sekarang dalam proses langkah-langkah atau prosedur yang diambil. Alhamdulillah setelah mempelajari modul ini akhirnya bisa mengerti kenapa dulu pernah memutuskan seperti itu? Jadi ini sebagai bahan instropeksi diri sekaligus refleksi agar disaat ada permasalahan selanjutnya bisa lebih baik dalam pengambilan keputusannya. Bisa terarah sesuai paradigma, prinsip, dan langkah-langkah yang diambil. Banyak hal yang bisa mempengaruhi saya pribadi dalam pengambilan keputusan, dan tentunya akan lebih terarah sesuai prosedur yang ada. Materi dalam modul ini benar-benar penting bagi saya pribadi dan guru-guru/pengajar pada umumnya. Karena dengan mengetahui paradigma, prinsip, dan langkah-langkah penyelesaian, maka memudahkan kita untuk melanjutkan dan menyelesaikan permasalahan yang ada. Semoga kita semua diberi kesabaran, kemudahan, dan kekuatan untuk senantiasa memberikan pelayanan terbaik untuk murid-murid kita dan terlebih untuk kemajuan dunia pendidikan bangsa dan negara kita.

“Tergerak, Bergerak, dan Menggerakkan…”

 

(Arik Murwanto, PGP A6-57)