Alhamdulillah, proses belajar modul 2.3 telah usai, banyak hal baru yang saya dapatkan di modul ini, setelah awal mempelajari paradigma berfikir Coaching, kemudian bertambah dengan Kompetensi Inti coaching dan TIRTA sebagai alur percakapan. TIRTA, terdiri dari T = Tujuan, I = identifikasi, R = Rencana Aksi, dan TA = Tanggung Jawab. Menjadi sebuah langkah awal dalam menyusun percakapan Coaching. Ditambah lagi dengan pemahaman tentang Kompetensi Inti Coaching, yaitu: kehadiran penuh/presence, mendengarkan aktif, dan mengajukan pertanyaan berbobot. Dalam mengajukan pertanyaan berbobot ada langkah mendengarkan dengan RASA. RASA, R = Receive, terima semua ucapan dan dengarkan kata kunci, A = Appreciate, mengapresiasi, S = Summarize, rangkum yang anda tangkap, dan terakhir A = Ask, Ajukan pertanyaan untuk memperdalam. Banyak sekali yang saya pelajari di modul ini, dan semoga saya khususnya dan kami para Calon Guru Penggerak bisa menerapkannya dalam pembelajaran dan sekaligus bisa menularkannya untuk teman-teman kami di lingkungan kerja kita.
Emosi ataupun perasaan
saya saat melaksanakan pembelajaran di modul 2.3, Alhamdulillah bercampur aduk,
antara senang, sedih, bahagia, dan tertantang untuk dengan serius mempelajarinya.
Ada banyak hal menarik di modul 2.3 ini yang berkaitan dengan hubungan kita
dengan teman sejawat, kita dengan pemangku kebijakan, dan kita dengan siswa.
Proses Coaching yang dilaksanakan di sekolah memberikan Langkah dan pemahaman
tersendiri dalam bersikap serta pendekatan hubungan dengan orang lain.
Yang sudah baik berkaitan dengan keterlibatan saya dalam proses belajar,
adalah kebiasaan diri dalam berinovasi dan berkreasi menjadi keuntungan dan
kemudahan tersendiri dalam mempelajari modul 2.3 ini. Sikap menerima dan menjadi
pendengar dari keluh kesah murid dan teman sejawat sangat sejalan dengan pemikiran
Coaching dan Teknik RASA. Sehingga saya pribadi tinggal menguatkan pemahaman
dan memperbanyak latihan-latihan coaching agar terbiasa dan memiliki kepekaan
yang lebih terhadap coachee.
yang perlu diperbaiki terkait dengan keterlibatan saya dalam proses
belajar, adalah harus lebih bisa mengontrol emosi/perasaan, sehingga bisa
menekan untuk memberikan solusi kepada Coachee. Harus bisa menahan diri agar bisa
mengoptimalkan kemampuan coachee dalam menemukan solusi-solusinya, sehingga
ketenangan dan kebahagian coachee dalam proses coaching bisa terwujud. Sebuah
pembelajaran yang berharga khususnya buat saya pribadi untuk senantiasa menjadi
pendengar setia ataupun coach yang mengerti kebutuhan coachee-nya.
Keterkaitan terhadap kompetensi dan kematangan diri pribadi, menjadi hal
yang sangat penting dan berguna. Ada beberapa pengalaman yang ingin saya
bagikan disini berkaitan dengan proses Coaching dan pemahaman di modul 2.3 ini.
Pengalaman saya pada saat berbicara dengan orang kemudian saya merasa
di-label/dinilai oleh orang tersebut, adalah saat mereka melabeli saya dengan
sebutan guru Aneh, terkadang juga ada label positif, seperti guru rajin, guru
smart, cool, dll. yang saya rasakan/pikirkan pada saat mendengarkan itu ya
biasa aja, hanya lebih cenderung instropeksi diri, muhasabah diri, dan kroscek
diri apakah saya seperti yang mereka katakan.
Pengalaman saya pada saat berbicara dengan orang kemudian saya
merasa/berpikir kalau orang tersebut salah mengartikan apa yang saya sampaikan
tanpa mengonfirmasinya terlebih dahulu. Iya, itu pernah terjadi. yang saya
rasakan/pikirkan pada saat mendengarkan itu, ya sedih dan bertanya-tanya,
bagaimana orang tersebut bisa menilai saya padahal belum kenal dan belum tau
tentang saya. yang saya lakukan setelah mendengarkannya, adalah dengan
pelan-pelan mengkroscek sumber informasi yang orang tersebut terima, apakah itu
dari orang lain ataukah murni penilaian pribadi. Sehingga dengan begitu kita
akan tau bagaimana cara bersikap dan menjelaskan ke mereka.
Pengalaman saya pada saat berbicara dengan orang kemudian orang tersebut
balik bercerita tentang pengalamannya/menasehati atau memberi saran berdasarkan
pengalaman dia, tanpa saya minta. Iya, hal tersebut sering terjadi, dan mungkin
saya akan menjadi pendengar setia dulu untuk melihat seberapa dalam pemahaman
orang tersebut. Yang saya rasakan/pikirkan pada saat mendengarkan itu ya merasa
aneh aja, kok tiba-tiba balik dia bercerita. Yang Anda lakukan setelah
mendengarkannya, rileks mendengarkan ceritanya dengan seksama, dan mulai
mendalami dan mencoba memahami alur ceritanya, kemudian baru meluruskan maksud
tujuan awal bercerita tersebut apa? Apakah sekedar luapan emosi atau kah
sekedar curhatan belaka. Pahami situasi yang terjadi saat itu untuk bisa
melakukan Langkah selanjutnya.
Kemudian hal terakhir dalam modul 2.3 ini adalah proses
coaching dalam supervisi Pendidikan. Supervisi akademik dengan paradigma
berfikir coaching lebih menekankan hubungan yang baik antara pihak supervisor/pimpinan
Lembaga dengan guru/pihak yang di supervisi. Sebuah proses yang mengarahkan ke
dalam pengembangan pribadi guru dan menggali kemampuan guru dalam menyelesaikan
permasalahan dirinya dan penyusunan program tindak lanjut pengembangan. Terdiri
dari tahap pra-observasi, Observasi, dan pasca observasi. Dalam percakapan
pasca-observasi, supervisor dapat menggunakan model percakapan untuk refleksi
dan percakapan untuk kalibrasi dengan menggunakan data yang telah diambil pada
saat kunjungan kelas sesuai dengan kesepakatan akan aspek-aspek yang hendak
diperhatikan. Supervisor memberikan ruang bagi guru berefleksi pada saat
analisis hasil data observasi dan melalui percakapan coaching, guru dapat
menemukan sendiri area pengembangan selanjutnya. Saat guru, dengan dituntun oleh
pertanyaan berbobot dan proses pemberian umpan balik berbasis coaching,
menemukan area pengembangan dan perbaikan diri yang hendak dilakukan, guru akan
merasakan kepemilikan akan proses supervisi yang memberdayakan dirinya dan
berkelanjutan.
Kegiatan tindak lanjut dapat berupa kegiatan langsung
atau tidak langsung seperti percakapan coaching, kegiatan kelompok kerja guru
di sekolah, fasilitasi dan diskusi, serta kegiatan lainnya dimana para guru
belajar dan memiliki ruang pengembangan diri lewat berbagai kegiatan. Semua
kegiatan ini dapat dilakukan secara berkala sesuai kebutuhan pengembangan diri
untuk meningkatkan kompetensi. Seorang supervisor dengan paradigma berpikir
seorang coach akan senantiasa menjadi mitra pengembangan diri para guru dan
rekan sejawatnya demi mencapai tujuan pembelajaran yang berpihak pada murid.
Percakapan-percakapan antara supervisor dan para guru senantiasa memberdayakan
sehingga setiap guru dapat menemukan potensi dan meningkatkan kompetensi yang
ada pada setiap individu. Supervisi akademik menjadi bagian dalam perjalanan
seorang pendidik menuju tujuan pembelajaran yang berpihak pada murid dan
membawa setiap murid mencapai keselamatan dan kebahagiaan.
Dalam menjalankan peran sebagai kepala sekolah dan
supervisor, banyak orang mengalami dilema. Seorang pemimpin dapat menjadi
seorang evaluator atau penilai dan coach dalam menjalankan perannya. Carl
Glickman (1985) dari Universitas Georgia menemukan jawaban dari dilema ini.
Glickman mengatakan bahwa hal ini mungkin terjadi jika: 1. Adanya rasa percaya
dalam hubungan supervisor dan guru serta dalam proses supervisi akademik ini,
2. Guru menyadari dan memahami peran yang sedang ditunjukkan oleh kepala
sekolah, 3. Peran kepala sekolah tulus dan disesuaikan dengan kebutuhan yang
ada.
Dikaitkan dengan pembelajaran modul sebelumnya, yaitu
modul 2.2 tentang Kompetensi Sosial Emosional, dan modul 2.1 tentang pembelajaran
untuk memenuhi kebutuhan murid, modul 2.3 ini menjadi kunci dalam langkah dan
sikap, serta strategi pendekatan ke murid. Proses coaching menjadi kunci perbaikan
hubungan antara guru dengan murid, guru dengan guru/teman sejawat, dan guru
dengan pimpinan Lembaga (proses supervisi). Modul 2.1 dalam pembelajaran yang
memenuhi kebutuhan murid perlu memperhatikan: keberagaman murid, layanan
kebutuhan murid, learning Gap, dan kaitannya dengan Standar Pendidikan nasional.
Sehingga pembelajaran berdeferensiasi menjadi salah satu solusi dalam memenuhi
kebutuahn murid tersebut. Modul 2.2 tentang Kompetensi Sosial Emosional terdiri
dari kesadaran diri, managemen diri, kesadaran sosial, keterampilan berelasi,
dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab, menjadi sebuah acuan dalam melaksanakan
coaching terhadap murid. Materi-materi tersebut memberikan koneksi yang saling
berkaitan, saling menyatu dan membutuhkan dalam proses pengembangan pendidikan
menuju Indonesia Maju.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar