Menggunakan Pola Berfikir Logis dalam Menyelesaikan Problem-Solving, Menjadikan Matematika Pelajaran yang Menyenangkan, Mudah, dan Menantang

Rabu, 14 Desember 2022

KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 2.3, PROSES COACHING DALAM PERSPEKTIF KOMPETENSI SOSIAL EMOSIONAL DAN PEMBELAJARAN BERDEFERENSIASI


Alhamdulillah, proses belajar modul 2.3 telah usai, banyak hal baru yang saya dapatkan di modul ini, setelah awal mempelajari paradigma berfikir Coaching, kemudian bertambah dengan Kompetensi Inti coaching dan TIRTA sebagai alur percakapan. TIRTA, terdiri dari T = Tujuan, I = identifikasi, R = Rencana Aksi, dan TA = Tanggung Jawab. Menjadi sebuah langkah awal dalam menyusun percakapan Coaching. Ditambah lagi dengan pemahaman tentang Kompetensi Inti Coaching, yaitu: kehadiran penuh/presence, mendengarkan aktif, dan mengajukan pertanyaan berbobot. Dalam mengajukan pertanyaan berbobot ada langkah mendengarkan dengan RASA. RASA, R = Receive, terima semua ucapan dan dengarkan kata kunci, A = Appreciate, mengapresiasi, S = Summarize, rangkum yang anda tangkap, dan terakhir A = Ask, Ajukan pertanyaan untuk memperdalam. Banyak sekali yang saya pelajari di modul ini, dan semoga saya khususnya dan kami para Calon Guru Penggerak bisa menerapkannya dalam pembelajaran dan sekaligus bisa menularkannya untuk teman-teman kami di lingkungan kerja kita.

Emosi ataupun perasaan saya saat melaksanakan pembelajaran di modul 2.3, Alhamdulillah bercampur aduk, antara senang, sedih, bahagia, dan tertantang untuk dengan serius mempelajarinya. Ada banyak hal menarik di modul 2.3 ini yang berkaitan dengan hubungan kita dengan teman sejawat, kita dengan pemangku kebijakan, dan kita dengan siswa. Proses Coaching yang dilaksanakan di sekolah memberikan Langkah dan pemahaman tersendiri dalam bersikap serta pendekatan hubungan dengan orang lain.

Yang sudah baik berkaitan dengan keterlibatan saya dalam proses belajar, adalah kebiasaan diri dalam berinovasi dan berkreasi menjadi keuntungan dan kemudahan tersendiri dalam mempelajari modul 2.3 ini. Sikap menerima dan menjadi pendengar dari keluh kesah murid dan teman sejawat sangat sejalan dengan pemikiran Coaching dan Teknik RASA. Sehingga saya pribadi tinggal menguatkan pemahaman dan memperbanyak latihan-latihan coaching agar terbiasa dan memiliki kepekaan yang lebih terhadap coachee.

yang perlu diperbaiki terkait dengan keterlibatan saya dalam proses belajar, adalah harus lebih bisa mengontrol emosi/perasaan, sehingga bisa menekan untuk memberikan solusi kepada Coachee. Harus bisa menahan diri agar bisa mengoptimalkan kemampuan coachee dalam menemukan solusi-solusinya, sehingga ketenangan dan kebahagian coachee dalam proses coaching bisa terwujud. Sebuah pembelajaran yang berharga khususnya buat saya pribadi untuk senantiasa menjadi pendengar setia ataupun coach yang mengerti kebutuhan coachee-nya.

Keterkaitan terhadap kompetensi dan kematangan diri pribadi, menjadi hal yang sangat penting dan berguna. Ada beberapa pengalaman yang ingin saya bagikan disini berkaitan dengan proses Coaching dan pemahaman di modul 2.3 ini. Pengalaman saya pada saat berbicara dengan orang kemudian saya merasa di-label/dinilai oleh orang tersebut, adalah saat mereka melabeli saya dengan sebutan guru Aneh, terkadang juga ada label positif, seperti guru rajin, guru smart, cool, dll. yang saya rasakan/pikirkan pada saat mendengarkan itu ya biasa aja, hanya lebih cenderung instropeksi diri, muhasabah diri, dan kroscek diri apakah saya seperti yang mereka katakan.

Pengalaman saya pada saat berbicara dengan orang kemudian saya merasa/berpikir kalau orang tersebut salah mengartikan apa yang saya sampaikan tanpa mengonfirmasinya terlebih dahulu. Iya, itu pernah terjadi. yang saya rasakan/pikirkan pada saat mendengarkan itu, ya sedih dan bertanya-tanya, bagaimana orang tersebut bisa menilai saya padahal belum kenal dan belum tau tentang saya. yang saya lakukan setelah mendengarkannya, adalah dengan pelan-pelan mengkroscek sumber informasi yang orang tersebut terima, apakah itu dari orang lain ataukah murni penilaian pribadi. Sehingga dengan begitu kita akan tau bagaimana cara bersikap dan menjelaskan ke mereka.

Pengalaman saya pada saat berbicara dengan orang kemudian orang tersebut balik bercerita tentang pengalamannya/menasehati atau memberi saran berdasarkan pengalaman dia, tanpa saya minta. Iya, hal tersebut sering terjadi, dan mungkin saya akan menjadi pendengar setia dulu untuk melihat seberapa dalam pemahaman orang tersebut. Yang saya rasakan/pikirkan pada saat mendengarkan itu ya merasa aneh aja, kok tiba-tiba balik dia bercerita. Yang Anda lakukan setelah mendengarkannya, rileks mendengarkan ceritanya dengan seksama, dan mulai mendalami dan mencoba memahami alur ceritanya, kemudian baru meluruskan maksud tujuan awal bercerita tersebut apa? Apakah sekedar luapan emosi atau kah sekedar curhatan belaka. Pahami situasi yang terjadi saat itu untuk bisa melakukan Langkah selanjutnya.

Kemudian hal terakhir dalam modul 2.3 ini adalah proses coaching dalam supervisi Pendidikan. Supervisi akademik dengan paradigma berfikir coaching lebih menekankan hubungan yang baik antara pihak supervisor/pimpinan Lembaga dengan guru/pihak yang di supervisi. Sebuah proses yang mengarahkan ke dalam pengembangan pribadi guru dan menggali kemampuan guru dalam menyelesaikan permasalahan dirinya dan penyusunan program tindak lanjut pengembangan. Terdiri dari tahap pra-observasi, Observasi, dan pasca observasi. Dalam percakapan pasca-observasi, supervisor dapat menggunakan model percakapan untuk refleksi dan percakapan untuk kalibrasi dengan menggunakan data yang telah diambil pada saat kunjungan kelas sesuai dengan kesepakatan akan aspek-aspek yang hendak diperhatikan. Supervisor memberikan ruang bagi guru berefleksi pada saat analisis hasil data observasi dan melalui percakapan coaching, guru dapat menemukan sendiri area pengembangan selanjutnya. Saat guru, dengan dituntun oleh pertanyaan berbobot dan proses pemberian umpan balik berbasis coaching, menemukan area pengembangan dan perbaikan diri yang hendak dilakukan, guru akan merasakan kepemilikan akan proses supervisi yang memberdayakan dirinya dan berkelanjutan.

Kegiatan tindak lanjut dapat berupa kegiatan langsung atau tidak langsung seperti percakapan coaching, kegiatan kelompok kerja guru di sekolah, fasilitasi dan diskusi, serta kegiatan lainnya dimana para guru belajar dan memiliki ruang pengembangan diri lewat berbagai kegiatan. Semua kegiatan ini dapat dilakukan secara berkala sesuai kebutuhan pengembangan diri untuk meningkatkan kompetensi. Seorang supervisor dengan paradigma berpikir seorang coach akan senantiasa menjadi mitra pengembangan diri para guru dan rekan sejawatnya demi mencapai tujuan pembelajaran yang berpihak pada murid. Percakapan-percakapan antara supervisor dan para guru senantiasa memberdayakan sehingga setiap guru dapat menemukan potensi dan meningkatkan kompetensi yang ada pada setiap individu. Supervisi akademik menjadi bagian dalam perjalanan seorang pendidik menuju tujuan pembelajaran yang berpihak pada murid dan membawa setiap murid mencapai keselamatan dan kebahagiaan.

Dalam menjalankan peran sebagai kepala sekolah dan supervisor, banyak orang mengalami dilema. Seorang pemimpin dapat menjadi seorang evaluator atau penilai dan coach dalam menjalankan perannya. Carl Glickman (1985) dari Universitas Georgia menemukan jawaban dari dilema ini. Glickman mengatakan bahwa hal ini mungkin terjadi jika: 1. Adanya rasa percaya dalam hubungan supervisor dan guru serta dalam proses supervisi akademik ini, 2. Guru menyadari dan memahami peran yang sedang ditunjukkan oleh kepala sekolah, 3. Peran kepala sekolah tulus dan disesuaikan dengan kebutuhan yang ada.

Dikaitkan dengan pembelajaran modul sebelumnya, yaitu modul 2.2 tentang Kompetensi Sosial Emosional, dan modul 2.1 tentang pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan murid, modul 2.3 ini menjadi kunci dalam langkah dan sikap, serta strategi pendekatan ke murid. Proses coaching menjadi kunci perbaikan hubungan antara guru dengan murid, guru dengan guru/teman sejawat, dan guru dengan pimpinan Lembaga (proses supervisi). Modul 2.1 dalam pembelajaran yang memenuhi kebutuhan murid perlu memperhatikan: keberagaman murid, layanan kebutuhan murid, learning Gap, dan kaitannya dengan Standar Pendidikan nasional. Sehingga pembelajaran berdeferensiasi menjadi salah satu solusi dalam memenuhi kebutuahn murid tersebut. Modul 2.2 tentang Kompetensi Sosial Emosional terdiri dari kesadaran diri, managemen diri, kesadaran sosial, keterampilan berelasi, dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab, menjadi sebuah acuan dalam melaksanakan coaching terhadap murid. Materi-materi tersebut memberikan koneksi yang saling berkaitan, saling menyatu dan membutuhkan dalam proses pengembangan pendidikan menuju Indonesia Maju.

Bangkit pendidikan kita, Majulah Indonesia Raya… (Ark)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar