Menggunakan Pola Berfikir Logis dalam Menyelesaikan Problem-Solving, Menjadikan Matematika Pelajaran yang Menyenangkan, Mudah, dan Menantang

Jumat, 28 Oktober 2022

MEWUJUDKAN BUDAYA POSITIF DALAM KAITAN DENGAN FILOSOFI KI HAJAR DEWANTARA DAN NILAI SERTA PERAN GURU PENGGERAK


Alhamdulillah banyak hal yang saya dapatkan hingga akhir modul 1.4 ini, bagaimana cara menciptakan budaya positif di sekolah dengan menerapkan konsep-konsep inti seperti disiplin positif, motivasi perilaku manusia (hukuman dan penghargaan), posisi kontrol restitusi, keyakinan sekolah/kelas, segitiga restitusi dan keterkaitannya dengan materi sebelumnya yaitu Filosofi Pendidikan Nasional Ki Hadjar Dewantara, Nilai dan Peran Guru Penggerak, serta Visi Guru Penggerak. Filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara menciptakan ruang untuk manusia merdeka, merdeka secara batin dan merdeka secara lahir. Memberikan keleluasaan untuk guru dalam “menuntun” murid menemukan keselamatan dan kebahagiaan. Pendidik juga sebagai pamong dalam menuju kemerdekaan dalam belajar. Dikaitkan dengan nilai dan peran guru penggerak yang sangat erat sekali kaitannya dan saling berhubungan. Nilai-nilai guru penggerak diantaranya: berpihak kepada murid, mandiri, reflektif, kolaboratif, dan inovatif menjadi acuan dalam mewujudkan budaya positif disekolah. Budaya yang memberikan kontribusi perubahan perilaku yang baik dan positif untuk murid dalam proses belajar, bersikap di lingkungan sekolah, keluarga, maupun di masyarakat sekitar. Dalam mewujudkan dan menerapkan nilai-nilai tersebut, Guru memiliki peran seperti yang tercantum dalam peran guru penggerak, diantaranya: pemimpin pembelajaran, coach bagi guru lain, pendorong kolaborasi, mewujudkan kepemimpinan murid, dan penggerak komunitas praktisi. Peran tersebut menjadi ujung tombak dalam mewujudkan disiplin positif, motivasi dan keyakinan sekolah/kelas dalam mencapai budaya positif.

Setelah mempelajari keseluruhan materi modul Budaya positif ini, Alhamdulillah banyak hal baru yang luar biasa saya dapatkan. Pemahaman baru, ilmu baru, pengetahuan baru dalam memberikan pelayanan terbaik kepada murid. Akhirnya saya tau bagaimana bersikap dan menyelesaikan permasalahan murid dengan tahapan-tahapan yang sudah direncanakan. Seperti yang berkaitan dengan disiplin positif, teori kontrol,  teori motivasi, hukuman dan penghargaan, posisi kontrol guru, kebutuhan dasar manusia, keyakinan kelas, dan segitiga restitusi. Semua menjadi menarik untuk dipelajari. Terlebih pemahaman tentang segitiga restitusi yang menjadi senjata atau cara ampuh menyelesaiakan permasalahan murid. Hal yang menurut saya diluar dugaan adalah tentang “dihukum oleh penghargaan”. Ternyata tidak semua penghargaan ini berdampak positif, banyak yang justru sebagai pemacu/awal dari hal-hal negatif. Berdampak memberi pengaruh jangka pendek dan jangka Panjang. Bahkan penghargaan juga berdampak negatif dalam hal merusak hubungan, penghargaan mengurangi ketepatan, penghargaan menurunkan kualitas, mematikan kreatifitas, dan lain-lain.

Perubahan yang saya rasakan saat ini setelah mempelajari modul ini adalah lebih kepada instropeksi diri, memperbaiki diri dalam datang lebih disiplin, lebih teratur, memulai dari diri sendiri dulu dengan sikap santun, 3S: “senyum, salam, sapa” lebih optimal lagi dalam melakukan persiapan pembelajaran, dan mencontohkan ke murid akan pentingnya budaya positif, dengan sikap dan perilaku yang positif. Senantiasa menyiapkan inovasi-inovasi dalam pembelajaran sehingga murid tidak bosan dalam belajar dan menemukan pembelajarannya.

Ada hal menarik yang pernah saya alami terkait dengan penerapan konsep-konsep inti dalam modul Budaya positif ini di lingkungan kelas, yaitu saat murid tidak mengerjakan tugasnya dan mereka menganggap bahwa saya akan marah, justru disitu saya malah tersenyum dan memposisikan diri dalam fungsi kontrol sebagai “teman” mereka. Murid saat itu sudah tegang karena takut dimarahi, dan saya malah tersenyum... Itu menjadi sebuag pengalaman baru dan sangat menarik bagi saya pribadi dan juga murid. Betapa pentingnya memposisikan diri sebagai mereka. Sehingga kita tahu dan menyadari akan beban dan latar belakang murid tidak mengerjakan tugas-tugasnya. Berusaha menjadi sahabat mereka dalam mewujudkan merdeka belajar yang sesungguhnya. Saat itu yang saya rasakan adalah kebahagiaan dan kepuasan batin melihat murid-murid saya tersenyum dan antusias dengan kegiatan pembelajarannya.

Sebelum mempelajari modul ini, ketika berinteraksi dengan murid berdasarkan lima posisi kontrol, yang sering saya pakai dalam menyelesaiakn permasalahan adalah “pembuat merasa bersalah” dan “teman”. Dua posisi kontrol tersebut sering saya kombinasikan dengan tujuan bahwa murid bisa mempunyai kesadaran diri bahwa mereka salah, kemudian dengan posisi kontrol teman, saya berusaha untuk menggali penyebab atau latar belakang mereka melakukan kesalahan tersebut. Saat itu alhamdulillah saya merasa senang dan tenang ketika permasalahan bisa teratasi dan murid menyesal dengan perbuatannya. Setelah mempelajari modul budaya positif ini saya ingin sekali mengembangkan posisi kontrol sebagai teman dan manager. Ingin sekali mengkombinasikan keduanya menjadi sebuah solusi yang baik dalam menyelesaiakn permasalahan murid. Perbedaannya tentu ke arah lebih teratur dalam menggali informasi ke murid, menjadi teman mereka sekaligus menemukan solusi pemecahan masalah bersama-sama. Jadi, tidak hanya mengetahui penyebab atau latar belakang masalah, namun juga bisa memahami dan menyusun langkah-langkah penyelesaiannya.

Modul ini juga mengajari pengetahuan baru tentang Segitiga Restitusi. Sebelum saya mempelajari modul ini, sebenarnya juga pernah menerapkan segitiga restitusi tersebut. Meskipun tahapan-tahapannya belum lengkap. Tahapan yang sering saya gunakan rata-rata masih di posisi 2 tahap yaitu; di tahap menstabilkan identitas dan di tahap validasi Tindakan yang salah. Dua tahap tersebut saya kombinasikan dalam menggali informasi penyebab atau latar belakang murid tersebut melakukan kesalahan dan sekaligus memvalidasi bahwa yang mereka lakukan itu salah. Sehingga disini lebih ke arah membuat murid menyesal atau merasa bersalah.

Semoga dengan selesainya modul 1.4 budaya positif ini, bisa menjadi pendobrak dalam melakukan perubahan kearah budaya positif yang lebih baik lagi. Bisa menggunakan segitiga restitusi ini sebagai acuan dalam penyelesaian masalah murid. Membuat perubahan-perubahan baru yang lebih baik lagi, sehingga murid-murid bisa merasakan dampak positifnya untuk senantiasa menjaga perilaku positif menuju budaya positif di kelas dan di sekolah. (Arik)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar